Laman

search

Selasa, 05 Juli 2011

Hindari Asusila Dalam Pendakian

Mendaki gunung seperti yang telah banyak di ketahui para petualang dan khalayak ramai adalah kegiatan yang menyenangkan dan menyehatkan, selain mencoba melawan tantangan yang jarang di temui di luar alam bebas. Tentu kita juga wajib dan harus menghormati alam dan penghuninya sepenuh hati tanpa tendensi. Banyak hal yang membuat kita termasuk golongan yang tak menghormati alam yang kita sambangi, misalnya, vandalisme, membuang sampah sembarangan dan berucap kotor saat di alam bebas, juga ada satu lagi yang wajib kita lakukan, yakni hindari asusila dalam pendakian!

Tindakan melanggar susila adalah tindakan bodoh dan tak bermartabat bagi pendaki yang berada di tengah rimba dalam rangka menggapai puncak gunung. Tindakan melanggar susila seperti saling berkelahi dengan sesama kawan ataupun pendaki lain, kata lontaran yang kotor dan tak pantas, dan banyak lagi, dan yang akan di jadikan contoh perbuatan asusila di artikel ini adalah berpacaran secara berlebihan para pendaki dan pecinta alam saat melakukan pendakian gunung.



Contoh, saat kami bersembilan menapaki Gunung Merbabu di Jawa Tengah lewat jalur Wekas, dengan formasi enam laki - laki dan tiga perempuan, dan tak perlu kami sebutkan nama, yang perlu di ketahui hanyalah di antara sembilan kawan, yang tiga laki - laki dan tiga perempuan adalah pasangan pacar. Jadi yang tak berpasangan hanya tiga orang. Singkatnya setelah sampai di puncak Merbabu, kami putuskan turun kembali secepatnya mengejar waktu agar tak malam sampai di Wekas, karena kami hendak menuju Ambarawa. Sesampai di Pos III ternyata kami bersembilan hanya menyisakan tiga orang! Lalu kemana yang enam yang merupakan pasangan pacar tadi? kami putuskan lanjutkan turun menuju Base Camp Wekas, sesampai di basecamp ternyata ke enam kawan kami belum nampak, kami menunggu lama tetap tak muncul, akhirnya kami laporkan kejadian tadi kepada pihak basecamp, segera mereka melakukan pencarian, tetapi hasilnya nihil, keesokan harinya kami bertiga di suruh kembali pulang dahulu, jika ada kabar akan di beritahukan.

Keesokan harinya, tak ada kabar dari kawan - kawan kami, karena pada waktu itu kami semua anak - anak kost di Ambarawa, tak ada yang berani melaporkan kepada orang tua masing - masing kawan dengan harapan mereka masih bisa pulang dengan selamat dan baik - baik saja. Sampai seminggu hampir tak ada kabar, dan kami semua pesimis, tetapi saat itu ada kawan yang melaporkan jika kawan - kawan kami yang enam di atas di temukan berada di terminal Ambarawa. Kami segera menuju kesana. Benar, mereka berenam dalam keadaan tak karuan dan lemas semua berada di terminal Ambarawa! Tanpa barang yang dahulu mereka semua bawa sebagai perbekalan saat menuju Merbabu. Lalu kami bawa mereka berenam ke Ruah Sakit di sana, singkatnya, setelah beberapa saat kami baru bisa mendengar cerita mereka kenapa bisa hilang di Merbabu.

Mereka bercerita, saat turun gunung, mereka berenam memutuskan istirahat di kawasan dekat puncak, lalu entah apa yang ada dalam pikiran mereka, mereka berenam karena berstatus kekasih, mereka berpacaran hingga melebihi batas dengan cara mendirikan tenda dome masing - masing! Hingga setelahnya mereka memutuskan turun kembali menuju basecamp Wekas, dalam pandangan mereka, mereka melewati padang sabana luas yang datar, padahal setahu kami di Merbabu hampir tak ada padang Sabana kecuali lewat jalur Selo. Padang Sabana tersebut mereka lalui dan terasa lama dan panjang, hingga menghabiskan perbekalan makan dan minum mereka, dan apa yang terjadi? Sepatu dan sebagian alat pendakian mereka di jadikan bahan makanan karena terpaksa! Setelah mereka terus berjalan di padang Sabana yang mereka perkirakan hanya makan waktu sehari semalam ( padahal satu minggu ), tibalah kembali mereka di satu terminal tanpa mereka tahu dan tanpa mereka naik angkutan umum, dan akhirnya di temukan oleh warga setempat yang lalu melaporkan kepada kami seperti di atas.

Itulah kisah yang terjadi kala asusila membawa petaka. Alam tak bisa di perlakukan tak adil dan asusila, sopan adalah lebih baik dimanapun kita berada. Walau pada akhirnya alam memaafkan kawan - kawan kami, tetapi kata maaf di awali dengan hukuman, dan semoga tak menimpa kawan petualang lainnya. Ironisnya, mati di gunung karena alam tak merasa kita hargai.
sumber: http://www.belantaraindonesia.org/2011/01/hindari-asusila-dalam-pendakian.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar